Kota Denpasar sebagai pusat
pemerintahan, ekonomi, dan bisnis di Bali menjadi “pintu masuk” bagi berbagai
nilai-nilai kebudayaan yang dibawa oleh pendatang baik kebudayaan yang sifatnya
individual dari pendatang tersebut ataupun kebudayaan komunal yang bersumber
dari daerah asal pendatang tersebut. Tantangan pelestarian kebudayaan di Kota
Denpasar, jika kita lihat dua hingga tiga dekade kebelakang tentunya masih
didominasi oleh faktor-faktor internal dari sitem masyarakat itu sendiri. Hal
ini disebabkan nilai- nilai budaya asing masih memiliki akses yang sangat
terbatas untuk masuk dan mempengaruhi nilai nilai budaya asli, sehingga
faktor-faktor internal yang dalam hal ini kebudayaan individual-lah yang
menjadi ancaman bagi kebudayaan komunal asli itu sendiri yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat. Ancaman yang disebabkan kebudayaan-kebudayaan
individual ini tentu tidak bersifat masif, melainkan hanya diperlukan
pendekatan personal dalam menanggulanginya.
Beberapa tahun kebelakang,
tantangan pelestarian kebudayaan tidak hanya disebabkan kebudayaan-kebudayaan
individual yang muncul di masyarakat, namun juga faktor eksternal yaitu
kebudayaan-kebudayaan komunal asing dari tempat lain yang dibawa masuk oleh
modernisasi dan globalisasi dan mempengaruhi kebudayaan komunal asli beserta
individu-individu yang ada didalamnya. Hal inilah yang menjadi tantangan besar
kedepannya dalam pelestarian kebudayaan, dimana kita tidak hanya dihadapi oleh
ancaman dari faktor internal dalam kebudayaan asli, melainkan juga dari faktor
eksternal yaitu kebudayaan komunal asing beserta nilai-nilai kebudayaan
individual dari kebudayaan asing tersebut.
Ancaman dalam pelestarian budaya
tentunya wajib diantisipasi oleh seluruh individu yang ada dalam sistem
kebudayaan tersebut, namun generasi muda-lah yang menjadi ujung tombak dalam
pelestariannya. Ancaman terhadap pelestarian budaya tersebut sudah mampu
diantisipasi dengan baik oleh berbagai pihak, baik oleh Pemerintah Kota
Denpasar maupun oleh masyarakatnya. Namun seiring berjalannya waktu, generasi
muda sebagai ujung tombak mulai kehilangan ketajamannya untuk mengimbangi
ancaman yang muncul.
Usia remaja yang masih sangat
aktif dan berkembang baik dalam fisik maupun pemikiran diharapkan akan mampu
menyumbangkan pemikiran dan tenaganya bagi pelestarian kebudayaaan. Pelestarian
kebudayaan membutuhkan usaha dari remaja-remaja yang setia pada komitmen.
Remaja yang setia pada komitmennya adalah remaja yang mampu mengontrol dan
memusatkan segala usahanya baik dari segi fisik, emosional, dan pemikiran
dengan stabil dalam tujuanya mencapai tujuan tertentu.
Remaja yang memiliki kesetiaan
terhadap komitmennya, tidak akan mudah terpengaruh oleh gangguan-gangguan yang
mencoba mengalihkan tujuannya. Remaja seperti ini secara tidak langsung akan
memiliki pengendalian diri yang kuat bagi dari segi fisik (bayu), emosional/komunikasi (sabda),
dan pemikiran/spiritual (idep). Bayu, sabda, dan idep dari
remaja tersebut akan mampu dimaksimalkan dalam usaha mencapai tujuannya. Komitmen pada remaja dapat merepresentasikan
jati diri dari remaja itu sendiri. Seorang remaja yang memiliki komitmen,
memiliki kesungguhan hati terhadap apa tujuan yang dikehendakinya, mencerminkan
seorang remaja yang memiliki jati diri yang kuat. Jati diri inilah yang menjadi
penentu bagi remaja apakah remaja tersebut akan mudah terpengaruh oleh
godaan-godaan selama masa brahmacari-nya
yang menyebabkan ia terjatuh pada berbagai hal-hal negatif dan kegelapan diri, ataukah ia mampu
menjaga keteguhan jati dirinya sehingga mampu menjadikan masa brahmacari ini sebagai masa-masa
mengembangkan diri dari aspek tri pramana
(bayu, sabda, dan idep) secara
maksimal.
Masa remaja adalah masa pencarian
jati diri atau dapat dikatakan masa remaja adalah masa pembentukan komitmen itu
sendiri. Keadaan emosional yang masih bergejolak dan belum stabil, menyebabkan
remaja sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai hal baik yang bersifat positif
maupun negatif. Hal hal yang bersifat negatif inilah yang menyebabkan seorang
remaja tersesat dalam kenikmatan sementara, mudah terbuai oleh bujuk rayu dari
teman-temannya yang sudah tersesat lebih dahulu, sehingga menyebabkan seorang
remaja kesulitan menemukan komitmen dalam dirinya.
Setiap orang pasti memiliki
optimisme ketika mulai memasuki fase remaja. Optimisme tentang bagaimana ia
menyongsong masa depannya kelak dengan kesuksesan diri, cita cita yang
tercapai, dan menjadi kebanggan bagi keluarga dan bangsa. Namun tidak sedikit
yang gagal mencapai tujuannya karena dimasa remajanya ia tersesat dan tidak
mampu menjaga optimisme awalnya sebagai komitmen terhadap dirinya sendiri.
Komitmen diri tersebut perlu diilhami sebagai kejujuran terhadap dirinya
sendiri tentang apa yang harus dilakukannya dan apa yang harus dihindarinya
tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Ketika seorang remaja telah mampu jujur
terhadap dirinya sendiri, mampu mendengar hati kecilnya yang membisikkan
optimisme diri yang pernah ia pegang teguh, dan mampu mengabaikan segala godaan
dalam mencapai tujuannya, makai ia telah memiliki komitmen, setidaknya pada
dirinya sendiri.
Kesetiaan (satya) terhadap komitmen diri, merupakan kunci dari terbukanya
taksu pada diri masing-masing orang. Taksu sebagai energi yang berasal dari
dalam diri yang mampu membuat sesuatu menjadi lebih hidup, merupakan titik
maksimum dari kualitas suatu usaha yang dilakukan. Taksu merupakan anugerah
tentang penjiwaan terhadap suatu hal yang kita lakukan. Hal tersebut bisa
didapat dari dua acara yaitu Jnana dan Bhakti. Jnana adalah anugerah taksu yang
diberikan secara langsung oleh tuhan melalui jalan-jalan spiritual yang tinggi
sedangkan Bhakti adalah anugerah taksu yang bisa didapatkan dengan usaha yang
sungguh-sungguh dalam melakukan hal yang kita upayakan.
Taksu biasanya diketahui
berkaitan dengan kesenian, namun peran taksu tak hanya sebatas pada kesenian
semata. Taksu dapat muncul pada berbagai profesi dan berbagai kegiatan yang
kita lakukan sehari hari. Hal ini karena taksu merupakan hasil dari kerja
keras. Taksu akan muncul apabila seseorang berkomitmen (satya) pada tujuannya, bersungguh sungguh dalam mencapainya, dan
mampu mengoptimalkan tri pramana yang dimilikinya yang meliputi bayu (kemampuan fisik), sabda (kemampuan emosional dan komunikasi), dan idep
(kemampuan intelektual dan spiritual). Kesetiaan terhadap komitmen dan jati
dirinya sendiri ditunjang dengan penguasaan tri
pramana yang baik akan mampu membuat remaja kota Denpasar mengerti akan swadharma-nya masing- masing dalam
perannya untuk menjawab tantangan pelestarian budaya di Kota Denpasar.
Kemah Budaya XI Kota Denpasar
mengangkat tema “Satya Yowana Krta Bhuwana” yang berarti “Kesetiaan
Remaja dalam Menjaga Komitmennya untuk Mencapai Kehidupan yang Lebih Baik”.
Tema tersebut diharapkan mampu membuat remaja sadar akan jati dirinya sendiri
dan memiliki komitmen dalam mencapai tujuannya. Apabila seorang remaja telah
mampu mencapai hal tersebut, ia akan mengerti dan sadar akan swadharma-nya sehingga akan
bersungguh-sungguh dalam mewujudkan kewajibannya. Selain itu, remaja yang sadar
akan dirinya dan mengupayakan swadharma-nya dengan optimal, akan mampu
memancarkan taksu di dalam dirinya sehingga membuat segala sesuatu yang
dikerjakan menjadi sangat bernyawa, dan terjiwai dengan baik oleh dirinya
sendiri sehingga potensi yang dimilik i remaja tersebut akan mampu dikeluarkan
secara optimal.
Kemah Budaya XI Kota Denpasar
memilih lokasi perkemahan di kawasan Banjar Kelandis, Desa Sumerta Kauh,
Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar . Banjar Kelandis dipilih menjadi
lokasi perkemahan, karena di banjar ini terdapat berbagai kegiatan remaja yang
mampu mengoptimalkan tri pramana yang
mereka miliki. Berbagai pelatihan dan pembelajaran kepada generasi muda di
Banjar Kelandis membuat remaja di Banjar Kelandis memiliki pengendalian diri
yang baik, sehingga mampu mengeluarkan potensi yang mereka miliki dengan baik,
dan berkontribusi dengan baik dalam berbagai
kegiatan di Banjar Kelandis. Banjar Kelandis memiliki sekaa teruna teruni yang bernama STT Satma Cita. STT Satma Cita
merupakan wadah bagi remaja Banjar
Kelandis untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki, baik dalam hal
kesenian, kemasyarakatan, maupun kerorganisasian sehingga mampu berkontribusi
bagi pembangunan di Banjar Kelandis. Dengan diambilnya lokasi perkemahan di
Banjar Kelandis, diharapkan peserta Kemah Budaya XI Kota Denpasar mampu melihat
dan mengambil contoh dari hal-hal positif yang telah dilakukan generasi muda di
Banjar Kelandis, dan mampu mengamalkannya di daerah asal peserta berasal.
Selain itu, peserta juga diharapkan mampu setia pada komitmen yang dimilikinya,
sehingga mampu mengoptimalkan tri pramana
yang mereka miliki, dan mengeluarkan taksu yang ada di diri mereka.
Secara sederhana, melalui tema
ini diharapkan peserta Kemah Budaya XI Kota Denpasar mampu satya terhadap apapun yang mereka lakukan. Satya tak hanya dilakukan pada hal-hal besar terkait tujuan besar
ataupun cita-cita, namun juga hal- hal kecil yang biasa kita lakukan
sehari-hari. Remaja juga dapat satya
pada hal yang mereka sukai, pada hal yang mereka gemari, namun yang perlu
selalu diingat dan ditanyakan didalam hati, apakah kegiatan yang mereka
komitmenkan tersebut, akan mampu menciptakan krta bhuana, menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik bagi
masyarakat Kota Denpasar.
Tujuan Kemah Budaya XI Kota
Denpasar ini adalah sebagai dasar untuk membentuk remaja-remaja Kota Denpasar
yang berkomitmen, berjati diri, dan mampu mengeluarkan taksu yang mereka
miliki. Apabila komitmen tersebut mampu dijaga dan diiringi dengan usaha-usaha
yang me-taksu dalam menggapainya,
maka remaja tersebut, kelak juga akan mampu memberikan usaha-usahanya bagi
pelestarian kebudayan di Kota Denpasar, dan berkontribusi bagi pembangunan di
Kota Denpasar. Rasa memiliki terhadap Kota Denpasar tersebut dimasa mendatang
akan mampu menjaga kearifan sosial-budaya masyarakat Kota Denpasar sehingga
tetap ajeg dan lestari.
Diharapkan melalui kemah budaya
XI Kota Denpasar ini calon kader pelestari budaya Kota Denpasar, kader
pelestari budaya Kota Denpasar serta remaja di Kota Denpasar bisa lebih
menyadari akan pentingnya penjiwaan atau kesadaran terhadap kesetian diri mereka
baik dalam hal fisik/perbuatan (bayu),
emosional/komunikasi (sabda) dan
pemikiran/spiritual (idep) untuk
semakin berkomitmen sehingga mampu memunculkan taksu atau penjiwaan diri dalam
berperan dan berguna sesuai dengan swadharma-nya
masing-masing dalam menjawab tantangan pelestarian budaya yang semakin besar di Kota Denpasar.
Refrensi:
Dibia, I
Wayan. 2012. Taksu Dalam Seni dan
Kehidupan Bali. Denpasar: Bali Mangsi.
I GEDE JAYA WIADNYANA
MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
LINGKUNGAN
(INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG)
ANGGOTA KADER PELESTARI BUDAYA KOTA DENPASAR ANGKATAN IX
Salam Budaya, Lestarikan!
BalasHapussalam jati diri..
HapusBudaya adalah jati diri, pikiran modern, jati diri bali
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut