EKSISTENSI SISTEM SUBAK
DI KALANGAN REMAJA KOTA DENPASAR
(Implementasi Sila-Sila Pancasila dalam Sistem Subak)
A. Latar Belakang
Subak adalah organisasi tradisional di bidang tata guna
air atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat di Bali yang
bersifat sosioagraris religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang
(Peraturan Daerah Provinsi Bali No.9 Tahun 2012). Peraturan
daerah ini terbentuk karena adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 13
Tahun 2012 tentang pedoman pengelolaan aset irigasi. Aset irigasi adalah
jaringan irigasi dan pendukung pengelolaan irigasi. Jaringan irigasi merupakan
saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang
diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan
air irigasi. Pengelolaan aset irigasi adalah proses manajemen yang
terstruktur untuk perencanaan pemeliharaan dan pendanaan sistem irigasi guna
mencapai tingkat pelayanan yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air
irigasi dan pengguna jaringan irigasi dengan pembiayaan pengelolaan aset irigasi
seefisien mungkin.
Peraturan daerah tersebut merupakan
produk hukum ketatanegaraan yang ada di Indonesia yang berpayung hukum pada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dimaksudkan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan hukum dasar
tertulis yang tertinggi yang harus menjadi dasar dan sumber bagi pembentukan
peraturan-peraturan yang berada di bawahnya, dan peraturan yang berada dibawah
tidak boleh bertentangan pada peraturan yang berada diatasnya. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tidaklah lepas dari nilai-nilai
Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan
pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang pada
hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum, dimana semua
peraturan berpedoman pada Pancasila. Pancasila merupakan tonggak berdirinya
Indonesia melalui nilai–nilai yang terkandung didalamnya. Pancasila diperoleh melalui
perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekan. Tokoh–tokoh perjuangan merumuskan
Pancasila dengan mempertimbangkan nilai keadilan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia
kala itu. Nilai–nilai luhur Pancasila dalam perjalanannya menjadi dasar dari
semua aktifitas masyarakat Indonesia.
Subak di Bali berpegang teguh pada nilai–nilai Pancasila dilihat
dari setiap pelaksanaannya terkandung nilai-nilai yang terdapat di dalam setiap
sila Pancasila. Sila Pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, dalam
implementasinya terdapat konsep Tri Hita Karana yaitu, tiga penyebab
kebahagiaan yang dapat dicapai dengan menjaga keharmonisan antar ketiga unsur.
Ketiga unsur Tri Hita Karana yaitu Unsur Parhayangan (hubungan manusia dengan
Tuhan), Pawongan (hubungan Manusia dengan manusia), dan Palemahan (hubungan
manusia dengan Lingkungan). Hubungan manusia dengan Tuhan berkaitan dengan sila
pertama pada Pancasila dimana kegiatan yang langsung dilakukan oleh petani atau
anggota subak memohon kesuburan dan
kelancaran kepada Tuhan melalui upacara
keagamaan yang dilakukan oleh subak, contohnya upacara Ngendagin, Ngulapin, Ngeroras, Nendak toya,
dan Magpag toya.
Sila yang kedua yaitu, Kemanusian yang Adil dan Berada. Pawongan dalam
konsep Tri Hita Karana berkaitan dengan
sila Kedua Pancasila. Unsur Pawongan, ditujukan dengan adanya organisasi petani
(subak) yang disesuaikan dengan
kebutuhan setempat. Organisasi subak selalu memberikan keadilan
dimana setiap petani mendapat air dan pekerjaan yang sama dalam mengolah sawah
dan hasil panen pertanian tersebut dapat mensejahterakan petani.
Sila ketiga yaitu, Persatuan Indonesia. Persatuan dan kesatuan
merupakan modal awal dalam melaksanakan kegiatan keorganisasian. Organisasi subak
akan membentuk dan menjalin persatuan antar petani dimana setiap petani
atau anggota subak itu sama, dalam
artian walaupun berbeda wilayah dan kasta akan tetap sama untuk kesejahteraan
bersama. Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan bantuan orang
lain, dengan terjalinnya persatuan dapat mempermudah keberlangsungan kegiatan
khususnya petani dalam mengolah sawah.
Sila keempat yaitu,
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Organisasi subak dalam setiap
penyelesaian masalahnya selalu menerapkan sistem musyawarah demi mencapai mufakat.
Musayawarah merupakan pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam
memecahkan suatu masalah. Musyawarah masih tetap di gunakan, salah satu
contohnya pada organisasi subak.
Penerapannya di masing-masing subak yaitu, memiliki perwakilan
(pekaseh) yang akan menangani keberlangsungan subak serta memimpin musyawarah tersebut.
Sila kelima yaitu, Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Organisasi subak selalu mengutamakan keadilan dalam setiap pelaksanaan
kegiatannya. Keadilan merupakan serangkaian perilaku yang menempatkan sesuatu
hal pada porsinya. Petani atau anggota subak
akan mendapatkan keadilan melalui
pembagian air, pupuk tanaman, dan hasil panen yang merata sehingga tercapainya
keadilan bagi petani khususnya petani Bali. Pengembangan sikap adil ini
terhadap sesama petani yang menjadi unsur utama pembentukan perdamaian di
lingkungan petani.
Implementasi kegiatan subak
dengan nilai-nilai yang terkandung pada sila Pancasila merupakan salah satu
pengamalan setiap sila Pancasila dengan menghasilkan suatu hubungan yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Hubungan antara subak dengan Pancasila adalah apabila negara Indonesia tidak
merdeka maka subak tidak akan lestari
seperti saat ini, namun apabila subak
lestari justru akan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dasar negara
yaitu Pancasila. Oleh karena itu, keberadaan subak perlu di lestarikan demi menjaga utuhnya nilai-nilai Pancasila
dalam setiap aktifitas subak, namun nyatanya
subak saat ini mulai kehilangan
eksistensinya di masyarakat Bali. Penyebab subak
mulai kehilangan eksistensinya yakni kurangnya pengetahuan tentang sistem subak, adanya alih fungsi lahan
pertanian menjadi bangunan-bangunan, serta penyalahartian subak itu sendiri oleh masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga
kelestarian subak yaitu menjadikan
remaja sebagai media yang tepat dalam menjaga warisan budaya. Hal ini yang mengakibatkan
Kader Pelestari Budaya Kota Denpasar
bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar untuk membuat lomba mading tahun 2019 dengan
tema ”Eksistensi Sistem Subak dikalangan
Remaja Kota Denpasar”. Lomba ini dilaksanakan dengan harapan agar remaja Kota
Denpasar dapat mengetahui sistem subak, meningkatkan
kembali eksistensi subak, dan juga mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila dalam memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia
yang ke LXXIV.
KETENTUAN PESERTA DAN KRITERIA MADING
LOMBA MADING 3D SMP DAN SMA/K NEGERI & SWASTA
SE-KOTA DENPASAR
Tempat
dan Tanggal Pelaksanaan
Tempat : Dinas Kebudayaan, Jalan Hayam
Wuruk
Tanggal : Sabtu, 31 Agustus 2019
Waktu : 06.00 WITA – selesai
Tempat dan Tanggal Technical
Meeting Peserta
Tempat :
Aula Sabho Lango Santi, Dinas Kebudayaan Kota Denpasar
Tanggal :
Sabtu,
24 Agustus 2019
Waktu :
09.00 WITA - selesai
Tema
“EKSISTENSI
SISTEM SUBAK DI KALANGAN REMAJA KOTA DENPASAR”
Ketentuan Peserta
1. Peserta
merupakan siswa SMP atau SMA/K aktif se-Kota Denpasar
2. Peserta
beranggotakan 5 orang dalam satu tim.
3. Peserta
wajib mengisi formulir pendaftaran:
Khusus SMA/K pada https://tinyurl.com/yyazdw5a
Khusus SMP pada https://tinyurl.com/y5k3a4fx
4. Setiap
sekolah diperkenankan mengirim maksimal 2 tim
5. Peserta
wajib hadir saat technical meeting yang
sudah dijadwalkan
6. Peserta
wajib hadir pukul 06.00 untuk melakukan registrasi
7. Peserta
wajib membawa meja lipat secukupnya untuk meletakkan hasil karya mading
8. Peserta wajib membawa kabel roll secukupnya
9. Peserta wajib membawa fotocopy kartu pelajar dan foto diri berukuran 3x4 cm dengan latar berwarna bebas untuk dibawa pada saat registrasi
10. Peserta wajib membawa botol minum
Kriteria Mading
1.
Topik/Judul
Topik/judul dapat ditentukan sendiri, namun
disesuaikan dengan tema umum dari lomba mading ini.
2.
Ketentuan
Pembuatan
a.
Waktu pembuatan
mading adalah 6 jam yang dikerjakan di
tempat lomba
b.
Mading tidak
boleh memuat hal-hal yang bersifat SARA, kekerasan, pornografi, dan
diskriminasi
3.
Mading
berukuran maksimal
90 cm x 60 cm x 80 dengan isi:
a.
Laporan Utama
(Wajib)
b.
Laporan Khusus
(Wajib)
c.
Tajuk Rencana
(Wajib)
d.
Profil (Wajib)
e.
Opini atau
Artikel (Wajib)
f.
Karikatur
(Wajib)
g.
Berita hiburan
4. Semua isi mading
dibuat di tempat lomba dengan ditulis tangan dan tidak diperkenankan dalam
bentuk ketikan.
5. Untuk hiasan
tidak diperkenankan membawa yang sudah jadi kecuali foto dan gambar.
Ketentuan Penilaian
1.
Pemilihan
materi
30%
2.
Pendalaman
materi
30%
3.
Gaya
penulisan 20%
4.
Kreativitas
20%
PELANGGARAN
1.
Mengganggu peserta lain saat lomba
berlangsung (10
poin)
(contoh
: meminjam alat ke tim lain, mengganggu konsentrasi peserta lain,.)
2.
Membuat keributan atau kegaduhan saat
lomba (10 poin)
3.
Bekerjasama dengan tim lain (15 poin)
4.
Meninggalkan area perlombaan tanpa izin
panitia (15 poin)
5.
Menggantikan peserta lain tanpa
konfirmasi ke panitia lomba (20 poin)
6.
Berkoordinasi dengan pembina sekolah saat
perlombaan saat (20 poin)
lomba berlangsung
7.
Membawa barang yang tidak diizinkan
dalam lomba (20 poin)
(contoh : rokok, benda sakral dan alat
dan bahan yang tidak digunakan untuk lomba)
8.
Meninggalkan tempat lomba dalam keadaan
kotor (20
poin)
9.
Menggunakan mading yang sudah pernah
dilombakan atau dipublikasikan(20
poin)
10. Merusak
fasilitas di sekitaran areal dinas kebudayaan (20 poin)
NB
:
10 poin = pelanggaran ringan
15 poin = pelanggaran sedang
20 poin = pelanggaran berat
Contact Person:
Aditya Prayoga
WhatsApp : 087775151162
Line : adityaprayoga0